Momento.. Akhirnya terupload juga....
Laman
Selasa, 10 Desember 2013
Innalillaahi wa inna ilaihi Roji'un
Innalillaahi wa inna ilaihi roji'un..
Laa haula wa laa kuwwata illa billah..
Pada hari Sabtu siang, 6 Juli 2013, pukul 11.28 WIB separuh nafasku telah meninggalkan kami semua.
Selamat jalan, Mas.. Untuk orang semulia dirimu, insya Allah surga telah menantimu.
Laa haula wa laa kuwwata illa billah..
Pada hari Sabtu siang, 6 Juli 2013, pukul 11.28 WIB separuh nafasku telah meninggalkan kami semua.
Selamat jalan, Mas.. Untuk orang semulia dirimu, insya Allah surga telah menantimu.
AMIR HUSIN DAULAY
09 Desember 1960 - 06 Juli 2013
Kepekaan yang hilang: Pesan Untuk Anak-Anak Muda
Kecelakaan kereta api di Bintaro terjadi lagi. Apa yang dapat saya lakukan ketika mendengar berita itu? Saya hanya mampu menundukkan kepala dan berdoa semoga korban cepat mendapatkan pertolongan dan keluarga yang ditinggalkan tabah menghadapi musibah itu. Saya juga sangat salut kepada sesiapa yang datang ke tempat musibah dan mengulurkan bantuan. Mereka adalah para pahlawan.
Musibah, selalu mengingatkan saya pada Merapi, gunung berapi di Yogyakarta. Ketika Merapi menunjukkan keganasannya, beberapa waktu yang lalu, tak ada yang dapat mengesampingkan peran relawan, baik yang terorganisasi baik maupu yang datang sendirian, yang paruh waktu maupun yang sepanjang waktu mengulurkan bantuannya. Mereka adalah para pahlawan.
Begitu juga di tempat musibah-musibah yang lain. Tsunami Aceh, Gempa Jogja, Bom Bali. Selalu ada hati malaikat dalam wujud manusia yang siap mengulurkan tangan, memberikan bantuan nyata kepada sesamanya yang kemalangan. Entah dari mana, entah pula kemana mereka setelahnya.
Apa yang mendorong mereka selain, kepekaan akan penderitaan orang lain, keinginan menolong yang dilandasi empati pada sesama manusia?
Kepekaan dan empati haruslah selalu diasah, diajarkan, dan dilatih. Kita tentu saja tidak dapat mengharapkan seorang anak tidak pamer, bersikap penolong dan suka membesarkan hati teman-temannya ketika tidak ada contoh di rumahnya, tidak pernah diajarkan di sekolahnya, dan tidak pernah diketahuinya dari lingkungannya.
Ketidakpekaan mendorong pada ketidakpedulian dan sikap apatis. Ketidakpedulian akan berlanjut pada sikap merendahkan, bahkan menjadikan musibah sebagai bahan olok-olok, seperti terlihat pada tulisan ini
Saya tidak ingin menyudutkan anak yang menuliskan ini. Saya yakin dia sudah dihukum oleh rasa bersalahnya sendiri, yang mudah-mudahan menjadikan dirinya menjadi lebih matang dan peka pada lingkungannya.
Tetapi saya justru prihatin pada ketidakpekaan itu sendiri. Anak yang menuliskan "twit" itu menuliskannya di ruang publik, sehingga cepat dikoreksi dan direspon orang lain. Bagaimana dengan ungkapan verbal yang tidak terekam, yang sering kita dengar (bahkan mungkin kita ucapkan) tentang musibah atau kemalangan orang lain? Sudah saatnya kita mengatakan Tidak pada ketidakpekaan seperti ini.
Kita hidup di negeri yang menyedihkan, di mana respon pemerintah pada saat bencana masih jauh dari sempurna. Kita seakan dibiarkan sendirian, tidak ada jaminan keselamatan ketika kita di jalan, di rumah, apalagi ketika di kendaraan umum. Prosedur pencegahan kecelakaan tidak dijalankan, banyaknya persilangan rel kereta dan jalan yang tidak aman, petugas yang tidak kompeten, semua dianggap biasa saja. Bencana transportasi seharusnya dapat dan harus dicegah, dan untuk itu, keselamatan transportasi harus dianggap serius oleh penyelenggara negara.
Bagaimana kita mau menyuruh pemerintah untuk serius, kalau kita menjadikannya olok-olok? Kita bisa melakukan sesuatu jika kita mau dan serius. Kisah Koin untuk Prita, dapat menjadi bukti bahwa kita pun dapat berbuat sesuatu yang mempunyai dampak luas di ranah publik. Kita bisa melakukan tekanan agar pemerintah memperlakukan kita sebagai manusia, partner, bukan hanya beban dalam hitungan angka, jika kita sendiri peka terhadap penderitaan sesama, mau peduli, mau berbagi, mau berbuat. Hidup kita bukan hanya milik kita sendiri.
Enough with being selfish, the future is yours! Bukalah wawasan lebih luas, pergunakan teknologi untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan jaringan pergaulan yang memperkaya hidup. Jangan menyia-nyiakan teknologi hanya untuk olok-olok yang tidak bermutu, menghabiskan waktu secara sia-sia yang justru mencelakakan kita sendiri.
Cileungsi, 10 desember 2013
Musibah, selalu mengingatkan saya pada Merapi, gunung berapi di Yogyakarta. Ketika Merapi menunjukkan keganasannya, beberapa waktu yang lalu, tak ada yang dapat mengesampingkan peran relawan, baik yang terorganisasi baik maupu yang datang sendirian, yang paruh waktu maupun yang sepanjang waktu mengulurkan bantuannya. Mereka adalah para pahlawan.
Begitu juga di tempat musibah-musibah yang lain. Tsunami Aceh, Gempa Jogja, Bom Bali. Selalu ada hati malaikat dalam wujud manusia yang siap mengulurkan tangan, memberikan bantuan nyata kepada sesamanya yang kemalangan. Entah dari mana, entah pula kemana mereka setelahnya.
Apa yang mendorong mereka selain, kepekaan akan penderitaan orang lain, keinginan menolong yang dilandasi empati pada sesama manusia?
Kepekaan dan empati haruslah selalu diasah, diajarkan, dan dilatih. Kita tentu saja tidak dapat mengharapkan seorang anak tidak pamer, bersikap penolong dan suka membesarkan hati teman-temannya ketika tidak ada contoh di rumahnya, tidak pernah diajarkan di sekolahnya, dan tidak pernah diketahuinya dari lingkungannya.
Ketidakpekaan mendorong pada ketidakpedulian dan sikap apatis. Ketidakpedulian akan berlanjut pada sikap merendahkan, bahkan menjadikan musibah sebagai bahan olok-olok, seperti terlihat pada tulisan ini
Tetapi saya justru prihatin pada ketidakpekaan itu sendiri. Anak yang menuliskan "twit" itu menuliskannya di ruang publik, sehingga cepat dikoreksi dan direspon orang lain. Bagaimana dengan ungkapan verbal yang tidak terekam, yang sering kita dengar (bahkan mungkin kita ucapkan) tentang musibah atau kemalangan orang lain? Sudah saatnya kita mengatakan Tidak pada ketidakpekaan seperti ini.
Kita hidup di negeri yang menyedihkan, di mana respon pemerintah pada saat bencana masih jauh dari sempurna. Kita seakan dibiarkan sendirian, tidak ada jaminan keselamatan ketika kita di jalan, di rumah, apalagi ketika di kendaraan umum. Prosedur pencegahan kecelakaan tidak dijalankan, banyaknya persilangan rel kereta dan jalan yang tidak aman, petugas yang tidak kompeten, semua dianggap biasa saja. Bencana transportasi seharusnya dapat dan harus dicegah, dan untuk itu, keselamatan transportasi harus dianggap serius oleh penyelenggara negara.
Bagaimana kita mau menyuruh pemerintah untuk serius, kalau kita menjadikannya olok-olok? Kita bisa melakukan sesuatu jika kita mau dan serius. Kisah Koin untuk Prita, dapat menjadi bukti bahwa kita pun dapat berbuat sesuatu yang mempunyai dampak luas di ranah publik. Kita bisa melakukan tekanan agar pemerintah memperlakukan kita sebagai manusia, partner, bukan hanya beban dalam hitungan angka, jika kita sendiri peka terhadap penderitaan sesama, mau peduli, mau berbagi, mau berbuat. Hidup kita bukan hanya milik kita sendiri.
Enough with being selfish, the future is yours! Bukalah wawasan lebih luas, pergunakan teknologi untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan jaringan pergaulan yang memperkaya hidup. Jangan menyia-nyiakan teknologi hanya untuk olok-olok yang tidak bermutu, menghabiskan waktu secara sia-sia yang justru mencelakakan kita sendiri.
Cileungsi, 10 desember 2013
Selasa, 26 Februari 2013
Penghuni Baru
Si "Odd-Eyes", kucing bermata kuning dan biru, menghilang. Padahal biasanya dia takkan jauh-jauh dari dapur. Ikut heboh kalau ada yang mau ambil makanan, minta bagian.
Nah, beberapa hari kemudian kok ada suara "iung, iung.." dari dekat kandang ayam.
Woo.. ternyata si Odd-Eyes sudah lahiran.. anaknya tiga. Syukurlah, soalnya sebelumnya kami sempat kepikiran, bagaimana ni kucing mau ngurus anak-anaknya, soalnya biarpun sudah pintar bikin cemeng, ni kucing luar biasa kolokannya.
Eh, hari berikutnya, anaknya mati satu, gara-gara dipindahkan ke dekat kolam. Bukan kecemplung kolam sih, kayaknya mati kedinginan karena hujan semalaman. Jadi tinggal dua deh anaknya. Biar lebih aman dan nyaman, kami pindahkan anak-anaknya ke kardus di depan rumah. Baru saja dipindah, eh si Odd Eyes langsung nyemplung aja,... terus menyusui sambil merem melek :)
Nah, beberapa hari kemudian kok ada suara "iung, iung.." dari dekat kandang ayam.
Woo.. ternyata si Odd-Eyes sudah lahiran.. anaknya tiga. Syukurlah, soalnya sebelumnya kami sempat kepikiran, bagaimana ni kucing mau ngurus anak-anaknya, soalnya biarpun sudah pintar bikin cemeng, ni kucing luar biasa kolokannya.
Eh, hari berikutnya, anaknya mati satu, gara-gara dipindahkan ke dekat kolam. Bukan kecemplung kolam sih, kayaknya mati kedinginan karena hujan semalaman. Jadi tinggal dua deh anaknya. Biar lebih aman dan nyaman, kami pindahkan anak-anaknya ke kardus di depan rumah. Baru saja dipindah, eh si Odd Eyes langsung nyemplung aja,... terus menyusui sambil merem melek :)
Odd Eyes, matanya satu biru satu kuning
Nikmatnya menyusui
Senin, 25 Februari 2013
Lampion Imlek di Rumah Bambu
Warna lampion yang meriah, kontras dengan warna coklat dinding bambu. Kenapa tidak dikombinasikan saja?
Ternyata cukup membuat rumah bambu kami cerah ceria.
Ternyata cukup membuat rumah bambu kami cerah ceria.
Dari samping. Lampion di depan pintu, menyambut tamu.
Di dalam rumah: Lampion, Ulos, dan Wayang
Nanas & Rambutan
Ruang Publik di dalam rumah
Ayo... siapa mau main ke rumah kami?
Rabu, 16 Januari 2013
Akhirnya check in juga
Mungkin akibat kelelahan setelah menggelar acara di TIM kemarin tg 15 januari, akhirnya hari ini batu karangku tumbang juga, dan harus dirawat di RS Permata Cibubur. Keluhan yang membawanya ke rumah sakit persis sama dengan keluhan yang membawanya ke RS Tebet Sept 2011 yang lalu. BAB hitam yang makin lama makin banyak, mual, lemas, cairan di rongga perut.
Belum bisa banyak cerita, saya masih berat hati melihatnya terbaring begitu. Batu karangku, si mata elangku, cepatlah sembuh ... Separuh nafasku!
Belum bisa banyak cerita, saya masih berat hati melihatnya terbaring begitu. Batu karangku, si mata elangku, cepatlah sembuh ... Separuh nafasku!
Rabu, 02 Januari 2013
Happy New Year!
Alhamdulillah...
Tahun 2013 kami masih berdua, padahal pada tahun 2011 yang lalu separuh napasku diperkirakan tinggal setahun lagi usianya.
Langganan:
Postingan (Atom)