
Hari Rabu petang, 16 April 2008
Lepas maghrib saya pulang menuju Kalasan, langit sudah mulai mendung. Pas lewat Ambarukmo Plaza.. Brezz!!!!! hujan duereeesss jatuh tanpa pembukaan, tanpa gerimis sebagai foreplay :p.. whoaaa..saya langsung gelagepan di atas shogun 125.. mau ngapain? Mau minggir buat sekedar pakai jas hujan saja pasti sudah tambah basah kuyup.. Lagipula, banyak motor - motor gila yang langsung tancap gas sejadi - jadinya begitu hujan turun, membuat manuver sederhana seperti menepi saja jadi berbahaya (apalagi, hujan membuat pandangan dari kacamata saya blurred).
Akhirnya saya berhenti di sebuah warung tenda, setelah jas yang saya pake basah kuyup :). Lumayan juga nunggu hujan reda sambil menyantap nasi uduk + ayam goreng + lalap + teh tawar panas :) Setelah kira - kira satu jam, setelah makan dan ngobrol sama pasangan Bapak Ibu setengah baya yang rela berboncengan berhujan hujan demi membeli makanan kesehatan untuk anaknya yang bekerja di Jakarta, hujan dan angin sudah berkurang, tinggal gerimis (yang tidak mengundang) yang tidak terlalu deras.
Perjalanan ke Kalasan pun berlanjut. Di depan Bandara, jalan yang sempit dan makin sempit lagi karena galian serat optik banjir kira - kira seperempat tinggi ban. Saya jalan pelan - pelan, takut kalo tiba tiba ada lubang yang gak kelihatan karena banjir. Tiba - tiba.. Ceprot! sebuah mobil Honda Jazz yang lewat meliuk liuk kencang mengirimkan air + lumpur ke saya. Ugh..
Sampai di depan KR Kalitirto.. grimis makin deres.. tapi ada yang tidak beres dengan motor saya, jalannya kok megal megol.. waduh! jangan - jangan.... Yah! ternyata ban belakang motor saya kempis.. bocor! wekk.. ndorong juga akhirnyaa.. Pelan - pelan saya dorong motor menyusuri jalan Jogja - Solo yang gelap, hujan, tapi tetep rame dengan kendaraan. Keadaan makin sulit karena jalan itu sedang diperbaiki, setengah badan jalan ditutup. Jadi, saya terpaksa menuntun kendaraan di tengah jalan, sambil deg degan, takut ketabrak kendaraan lain dari belakang. Saya tahu, pejalan kaki atau pengendara sepeda tanpa lampu sering sekali tidak kelihatan di jalan yang gelap dan hujan..
Tiba - tiba ada yang memanggil," Bu... Bu... ke sana ..di situ..!"
Ternyata ada ibu - ibu yang - anehnya - badannya separo ada di dalam selokan di tepi jalan. Lagi ngapain dia? "Ada Tambal ban di situ..!" katanya lagi sambil menunjuk gapura masuk ke suatu desa. Saya ragu - ragu belok ke situ, tapi rasanya saya sudah nggak kuat mendorong motor lebih jauh lagi lewat jalan besar. Si Ibu itu makin kencang berteriak.."iya, di situ, ketok saja.." Saya ikuti sarannya, belok masuk ke gapura desa itu. Sepi, gelap, gerimis. Ada rumah kecil yang terbuka, beberapa orang makan di situ. Saya langsung menghampiri dan.. hampir saja pingsan oleh bau yang keluar dari situ.. prengus dan bikin mual.. :(
Tapi saya kuatkan diri..
"Pak..,"tanya saya dari pintu.."Tambal ban dimana?" "
"Di belakang situ Bu.."terdengar jawaban, "Ketok saja.."
Pas pintu rumah saya ketok, saya dikejutkan oleh suara salak anjing bersahut - sahutan.. Saya langsung lari menjauh, apalagi pas seorang laki - laki keluar, telanjang dada hanya memakai kolor lusuh, seekor anjing langsung melesat maju sambil menyalak nyalak..saya langsung menjerit.."Paakkk..saya takut anjiinggg!!!"
Si Bapak telanjang dada ini kemudian memanggil anjingnya masuk, dan menyapa saya ramah,"mau nambal ban ya? tunggu sebentar.."Kemudian keluar seorang pemuda, telanjang dada juga, yang langsung mengambil motor saya dan siap - siap menambal ban. "Duduk di dalam sini, Bu.." kata si Bapak. Saya menggeleng, "Nggak Pak, terima kasih, saya takut anjing.." Sambil duduk di emperan saya perhatikan rumah di depan yang ada orang makan tadi, ternyata ada tulisannya mencang mencong di atas pintu "
warung sengsu" (Warung tongseng asu alias tongseng anjing) woo.. pantesan baunya seram begitu.. Mungkin si pemilik warung sengsu itu juga nyambi nambal ban.
Jadilah motor saya ditambal di rumah itu. Lucunya, seluruh anggota keluarga lusuh itu ikut merubung si pemuda menambal ban. Si Bapak berjongkok sambil mengajak saya ngobrol, tentang perbaikan jalanyang tak selesai selesai, tentang jalan - jalan alternatif Kalasan - jogja, tentang Bus trans Jogja yang bagus tapi repot karena haltenya berjauhan:) Seorang perempuan muda (tentunya tidak telanjang dada) dan dua anak kecil ikut ngeriung di situ sambil sesekali tersenyum senyum ke arah saya. tak lama kemudian si Ibu yang tadi memanggil manggil saya, ikut bergabung. Bagian bawah kainnya basah..Saya tak sempat bertanya, ngapain dia berendam di selokan tadi.
Sebenarnya saya rada curiga. Jangan - jangan mereka juga yang masang paku di jalanan. Jangan - jangan nambalnya nggak bener. Jangan - jangan mereka orang nggak bener..jangan - jangan.... Penampilan mereka yang lusuh, ditambah bau sengsu yang bikin mual, ditambah mungkin dengan suasana jalan desa yang gelap, gerimis, dan sepi membuat pikiran buruk tumbuh dengan cepat.
Tapi seiring dengan obrolan kami, kecurigaan saya meleleh. Keluarga sederhana pemilik warung sengsu itu hangat dan polos. Proses penambalan ban pun, prosedural, "
lege artis" :D artinya.. mulai dari pengecekan lubang, penambalan, pengecekan ulang dan pemasangan ban kembali, dilakukan dengan serius (tidak ditemukan paku besar penyebab bocor). Ketika motor saya selesai ditambal, mereka semua: Bapak dan anak yang telanjang dada, perempuan muda, dua anak kecil, dan si ibu, melepas saya ramai - ramai seperti mau difoto :) "Lewat jalan besar aja Bu, jangan lewat selokan, nggak aman." Pesan si Bapak.
Saya pun pulang dengan hati ringan..
Berapa kejadian lagi yang diperlukan agar kita tidak menilai orang dari penampilan luarnya?
Note:Kebanan= kejadian ban bocor di jalanKudanan= kehujananGambar dicomot dari sini